Membuang Ibunda Tercinta

Di Jepang konon ada cerita tentang tradisi membuang orang tua yang sudah lemah dan tidak produktif. Cerita singkatnya, tersebutlah seorang anak yang dibesarkan ibunya dengan penuh cinta. Anak itu kemudian tumbuh menjadi orang dewasa yang sukses.

Sayangnya, pada saat ia dewasa ibunya menjadi tua dan sakit-sakitan sehingga merepotkannya. Sesuai adat pada masa itu, sang anak terpaksa membawa ibunya ke hutan.

Ibunya merasa sedih, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Ia sadar bahwa dirinya sudah lemah dan tidak memberi manfaat lagi kepada anaknya.

Dengan susah payah anaknya menggendong sang ibu ke tengah hutan. Sepangjang jalan tangan sang ibu menggapai-gapai ranting, membuat sang anak merasa bahwa ibunya keberatan dibuang. “Jangan manja begitu, Ma. Sudahlah, jangan melawan terus….” ujarnya kesal. Meskipun tangan ibunya lemah, tetapi tiap menggapai ranting ia seperti merasa bahwa hal itu menghambat perjalanannya. Maklumlah, sudah bosan dan merasa terbebani sejak awal juga.

Akhirnya mereka sampailah ke tengah hutan. Sang anak meletakkan ibunya yang lemah ke tanah berlumut, dengan pepohonan besar dan semak belukar mengitarinya. Tetapi bukannya segera meninggalkan sang ibu, anak yang malang ini malah kebingungan dan terlihat cemas.

Mereka di tengah hutan. Dan sang anak lupa menandai jalan kembali. Bagaimana ia akan pulang tanpa tersesat di tengah hutan rimba selebat ini? Dan ia makin memaki ibunya dalam hati. Sudah merepotkan, menjebaknya pula sekarang. Pikirnya.

“Ibu benar-benar sialan,” maki sang anak. “Sekarang bukan hanya ibu yang akan mati di sini tetapi juga aku. Aku tidak mungkin bisa bertahan hidup di tengah hutan seperti ini.”

Tetapi sang ibu tersenyum sambil memaksakan sisa tenaganya untuk membuat ucapannya terdengar jelas bagi sang anak, “Jangan cemas, Nak. Ibu sudah mematahkan ranting-ranting sepanjang jalan agar kamu tidak tersesat. Ikutilah ranting-ranting itu agar kamu bisa sampai ke kota kita lagi…”

Sang anak menatap ibunya yang tersenyum tulus.

Oh….

Hati anak itu merasa terharu sehingga ibunya dibawanya kembali ke kota tempat mereka tinggal. Ketika kemudian datang tawaran untuk meletakkan ibunya ke panti jompo, ia menawarkan hal itu kepada ibunya. “Mama boleh memilih, mau di panti dilayani suster tiap hari atau tetap di rumah diganggu cucu-cucu tiap hari….”

Dan tentu saja sang ibu memilih untuk tetap di rumah. Dimana ia bisa merasa tenang sambil sesekali mengomeli anak cucunya.

(tadinya mau menyadur cerita Darwis Tere Liye dan adhit.net, tapi kemudian memilih untuk pake bahasa sendiri saja)

10 tanggapan untuk “Membuang Ibunda Tercinta”

    1. iya Akh. Orang tua kan memang diciptakan pada masa lalu, jadinya kalau kita lihat dengan kacamata sekarang memang suka rada-rada jadul begitu …
      Tapi kita harus tetap menyayanginya. Krn seperti apa pun dan bagaimana pun, mereka sebenarnya sayaaaaaang banget sama kita

  1. :”) jadi ibu itu ya… Cintanya ga pernah mati
    Hiks dan saya ibu baru yg sedang mellow mengantarkan anak saya besok MPASI untuk pertama kalinya
    Maka para pria sayangilah istri dan ibu dr anak2 kalian
    Terutama ibu yg melahirkan.kalian 🙂

Tinggalkan komentar