Ikhwan yang Patah Hati dan Berjanji Tak Kan Kembali

Ade bukan aktivis Islam, tetapi ikut pengajian ala aktivis yang sering disebut ‘liqa’. Motivasinya yang terdalam: karena dia mencintai seorang akhwat (sebutan dari bahasa Arab yang berarti ‘saudara wanita’ tetapi kemudian berkonotasi ‘wanita yang aktif dalam gerakan Islam’), dan kemungkinan besar akhwat itu akan mensyaratkan status liqa suatu saat nanti.

Ketika saatnya tiba, Ade melamar sang akhwat. Tragis, lamarannya ditolak. Alasan yang sampai ke telinganya: karena dia kurang aktif di jalan Islam, tentu saja dimata sang akhwat.

Hancur? Lebih dari itu: remuk redam hatinya.
Perlu waktu lama untuk mengobati hati Ade, sampai kemudian dia menyerah dan mencoba ke lain hati.

Tragedi kedua: ditolak lagi, dengan alasan kira-kira sama.

Ade merasa dibanting dan diinjak-injak.

Ade merasa tidak dibutuhkan.

Ade akhirnya mundur dari gerakan liqa, dan bertekad untuk membuktikan bahwa dakwah tidak melulu melalui liqa.

Aku berusaha membantunya, tetapi aku belum cukup bijak untuk mengobati luka hatinya. Hampir dua tahun dan semua diskusi kami selalu buntu.

Terus buat apa kutulis disini?

Untuk meminta wayout dari teman-teman, atau minimal untuk sharing beberapa pesan:

1. Bagi yang sudah menikah dan hidup dalam dinamika aktivis, bersyukurlah dan pertahankan gaya hidup aktivis. Rajin ibadah, berjiwa sosial dan selalu punya waktu untuk membaca; menambah wawasan.

2. Bagi keluarga aktivis yang mulai luntur, ingatlah bahwa mengejar dunia seperti mengejar fatamorgana. Kembalilah ke orientasi awal; membentuk keluarga mujahid – bukan keluarga korban ghazwul fikri.

3. Bagi yang masih membujang, luruskan orientasi hidup untuk Allah. Mengabdi pada-NYA dengan karya nyata, dan berkarya besar ‘sekedar/hanya/just only’ untuk memperoleh ridhaNYA saja.

* karena-hidup-islami-itu-mahal *

Sebelumnya diposting di http://didisederhana.multiply.com/journal/item/105, diposting ulang di sini dengan sedikit perubahan.

Jangan lupa tinggalkan komentar ya…

26 tanggapan untuk “Ikhwan yang Patah Hati dan Berjanji Tak Kan Kembali”

  1. Saya Masuk di kategori pesan yang ketiga nih huhuhuhu…harus ambil pesannya u.u

    Btw kisah mirip jg saya jumpai, tp yg sedih akhwatnya..pengennya si akhwat ikhwan yang akan melamarnya itu berkecimpung atau aktif di liqo, eh tpi ikhwannya memilih sendiri tdk berjamaah,..yasudah bubar..hehe

    1. Kisah cinta adalah kisah yang menarik atau lucu bagi orang lain, tetapi kisah yang melibatkan hidup mati bagi yang sedang harus menjalani Akh.

      Semoga akhwatnya sabar dan optimis Allah akan mengganti dengan yang lebih baik ya?

  2. Maksud saya, gausah trlalu brharap banyak dr yg niat liqanya krn akhwat, anggep aja warna-warni dunia dakwah… Sy tipe yg suka ngelepas binaan model gitu sih, kejam ya? πŸ˜€

  3. Kalau jumlah Ikhwannya lebih sedikit dari akhwatnya, gimana tuh ustad?
    Beberapa kali akhwatnya diboyong sama ikhwan dari kampung lain, jadinya kurang SDM dakwah di sini,
    Kalo ikhwan tapi beda “liqa” karena udah kehabisan stok yang satu “liqa”, biasanyakan udah banyak aturan ntar dari para suami tersebut.

    1. Wah akhi Someone ini menanyakan masalah teknis ya?
      Kalau ikhwan lebih sedikit (dan rata-rata ikhwan tidak mau poligami; CMIIW), ya akhwat harus menikah dengan selain ikhwan. Mudah-mudahan bisa mendakwahi suaminya agar menjadi ikhwan.

      [Ikhwan disini maksudnya: pria muslim yang aktif berdakwah]

      Tentang migrasi akhwat ke kampung lain sehingga kampung asal kekurangan SDM, ya itu memang masalah kaderisasi yang sistemnya harus diperbaiki tetapi tanpa mengganggu kehidupan personal sang akhwat (baca: jangan sampai menghalangi akhwat menikah)

      Tentang liqa lain/bukan satu liqa, mudah-mudahan makin hari makin tidak dipermasalahkan sekaligus tidak mengganggu dakwah pasca nikah. Kan masih seaqidah, cuman beda metode…?

        1. Tambal sulam itu apa ya…?

          Saya mencoba menjawab sepemahaman saya terhadap maksud pertanyaan.

          Dakwah seperti soal ujian, dimana setiap naik tingkat soalnya dibuat makin sulit. Meski sulit, tujuannya bukan untuk mencelakakan melainkan untuk pembelajaran.

          Ketika dakwah sudah berkembang mekar, dihadapkanlah pada ujian pernikahan, penyebaran, perpindahan dsb. Hikmahnya, diantaranya, agar ikhwah makin dinamis dan mahir memanaje dakwah.

          Kalau terasa lebih banyak tambal dari sulamnya, mungkin karena iman kita menurun sehingga tantangan dakwah terasa makin berat. Bisa juga karena level kita sudah naik sehingga harus ikut ujian yang lebih rumit.

          Mudah-mudahan menjawab sebagian pertanyaan πŸ™‚

  4. kenapa kalo baca postingan pak AY, mata ini selalu melintas di kalimat “..tinggalkan komen..”, jadi komen deh :D.. *abaikan*

    alhamd semoga 4wl tempatkan ane di nomor 1 .. semoga bisa selalu merespon dgn seahsan2 respon utk rekan2 serupa ikhwan di atas πŸ™‚

    1. Sebenarnya semua tergantung pada ‘hidayah’. Tetapi bagi aktivis, teka-teki hidayah ini sangat menantang sehingga ia akan berusaha meluruskan niat sahabat/mutarabbinya.

      “Dan orang-orang yang berjihad di jalan Kami, niscaya Kami tunjukkan (=beri hidayah) kepada mereka jalan-jalan kami”

  5. Kalo ane tipe nomor 4 pak :

    Bagi yang mempunyai pasangan aktivis, dukunglah dia sebaik-baiknya agar dakwah tetap bersinar. Dimulai dari keluarga, teman dekat, kemudian semakin luas se Indonesia, sampai seluruh dunia.

    Bahasa kerennya aktor dibalik layar pak hehe..

    *Padahal aslinya mah cuman mau enaknya doank :-“

    1. hehe, kalau cuman cari sekitar sepuluh ya ada Akh, ikhwan yang jujur seperti itu.
      Lho kok yang jujur? Iya, beliau ‘bercerita’ bahwa ikut liqa memang buat cari akhwat.

      “Lha daripada cari istri di mall? Ya mending di Baitul Maal,” begitu kira-kira.

Tinggalkan Balasan ke didisederhana Batalkan balasan