Hape

Pernah dengar ada anak kecil yang bilang… pengen jadi hape biar selalu diperhatikan papahnya.

Sekarang tulisan itu jarang kulihat di sosmed. Entah sudah tenggelam entah sudah tidak relevan.

Yang jelas pagi ini di angkutan umum aku melihat semua orang sibuk dengan hape. Bisa dibilang dari 20 penumpang, 25-nya main hape (!)

Jadi kebayang kalau anak di atas bilang ke papahnya… “Pah aku pengen jadi hape”

Papahnya akan menjawab, “Jangan Nak. Nanti kamu dipegang-pegang semua orang. Kurang perhatian memang menyakitkan, tapi kebanyakan disentuh pasti memuakkan. Sini tetap jadi anak Papah. Kita main di halaman.”

Sebagaimana hape pernah booming, akhirnya orang juga bosan sendiri.

Rawaloan

Dolan wis mblenger. Gari urip sing bener. Men turune bisa angler.
Main udah bosan.
Tinggal hidup yang bener.
Biar tidurnya nyenyak (hidup tidak stress/mati dengan tenang)

Places

Banyak tempat awalnya biasa saja, di kemudian hari menjadi kenangan indah. Banyak pula tempat yang indah, berikutnya menjadi sesal dan kenangan pahit.

Yang jelas dimana pun berada, tetaplah menjadi hamba Allah yang tekun dan ringan tangan. Tekun karena digembleng ibadah wajib dan sunnah. Ringan tangan karena penuh empati kepada sesama.

Beberapa tempat mungkin redup dan muram. Bahkan menyakitkan. Tetapi kita tidak tahu berapa besar pahala sabar yang tersembunyi di sana.

Buat Apa Bertarung Kalau Bisa Menambah Tidur?

Pagi ini awal masuk sekolah. Dengan dua anak bersekolah dan empat Kaka yang membantu, Umi masih kelabakan menyiapkan segala sesuatunya. Abi sama sekali tidak membantu karena harus berangkat segera ke pekerjaan.

Pertanyaan yang muncul adalah… buat apa bergegas-gegas sedemikian rupa jika hidup bisa dijalani dengan santai?

Pertanyaan diatas muncul karena gojek yang menjemput minta maaf untuk keterlambatan… perempatan Japos macet katanya. Giliran aku sudah naik gojek… sampai di gerbang Permai gak bisa keluar saking penuhnya sepeda motor dan mobil yang mau turun ke jalan.

Terpaksa lewat Nila Kandi. Jalur yang tak kusukai karena banyak tanggul dan berkelak-kelok… masalahnya: mau lewat mana lagi?

Nila Kandi lancar meski pelan karena jalannya bertanggu-tanggul. Sampai Mencong kembali macet total. Ada SD yang pengantarnya meluber ke jalan-jalan.

Berikutnya kuamati tiap sekolah memang menciptakan kemacetan sehingga muncul pertanyaan di atas. Buat apa aku bergegas menembus kemacetan… kalau senenarmya aku bisa bobo santai di rumah?

Memang ada manfaatnya juga bergegas. Aku merasa lebih sehat dan hidup. Tapi apa perlu sampai separah ini?

Kemudian muncullah pertanyaan sekaligus gagasan berikutnya.

Mengapa petinju tetap naik ring?

Mengapa pengembara tetap merantau?

Mengapa pendaki tetap mencari gunung berikutnya?

Petualangan. Adrenalin. Semangat. Kegembiraan. Juga inspirasi, perenungan dan aneka kesan yang diperoleh selama menjalani kesulitan…

Kita bersusah payah bukan karena terpaksa. Bukan karena uang. Bukan karena perbudakan. Melainkan karena ambisi. Naluri. Karena insting untuk mencari hidup yang lebih bisa dinikmati.

Memang enak tidur di hotel, menikmati spa dan makanan beraneka, tapi bukankah lebih enak berjemur di pantai? Bukankah lebih seru bungee jumping? Bukankah Mount Everest lebih menantang?

Panggilan-panggilan itu bisa saja diabaikan dan kita berhenti pada apa yang telah kita capai.

Buat apa membalap kalau lintasannya hanya lingkaran… berhentinya juga di tempat berangkat?

Buat apa mendaki jika akhirnya turun lagi?

Buat apa berlayar jika kembalinya ke darat juga?

Kita bisa memilih diam, menikmati, merasa tua dan lemah untuk bertualang. Atau sebaliknya. Mengikuti panggilan hati, menempuh bahaya, menembus rintangan. Demi hidup yang lebih hidup, demi hari yang lebih berseri, demi detik yang lebih menantang.

Kemacetan hari pertama sekolah adalah penyingkap tabir. Apakah kita petualang atau pemalas? Atau pemalas yang dipaksa bertualang?

Ramadhan Berakhir

Ramadhan tahun ini berakhir sudah. Ada yang melepasnya dengan suka cita, ada yang melepasnya penuh tangis sedih, ada pula golongan ketiga yang tidak terlalu dibahas dalam kajian-kajian: yang tidak melepas Ramadhan karena memang tidak pernah menyambut atau merasa memilikinya.

Masa terus berlalu dan pada usia tertentu kita memperoleh pencerahan bahwa masa tidak pernah berlalu dan sejarah tak lebih dari perulangan-perulangan peristiwa.

Pukul 17:09 di akhir Ramadhan ini, mungkin hanya anak-anak yang merasa senang.

Hasan sampai ikut takbiran meski kakinya masih harus dibantu kruk.

#

Ada yang tidak bisa berubah meski semua orang sangat mengharapkannya. Hati adalah sebentuk kecil. Tetapi rahasianya besar. Bagi beberapa orang bahkan teramat besar.

Kesia-siaan adalah ingin mengubah sesuatu yang tak mungkin berubah.

Tetapi masih ada harapan, upaya dan kasih sayang. Kita mungkin tidak berhasil mengubah. Tetapi kita bisa memelihara benih harapan, benih upaya dan benih kasih sayang kepada sesama.

Tambahkan ikhlas dan sabar.

Lalu kamu tak akan kecewa.

Belut (Cerita Adek Riyy)

Pada suatu hari ada seorang anak kota. Namanya Razan. Ia bermain ke rumah kakeknya di Rawalo. Di sana Razan main ke blumbang, kolam tempat kakeknya memelihara ikan.

Ada banyak ikan yang dipelihara kakek dalam blumbang. Ikan gabus yang paling disukai Razan, ikan sepat yang badannya tipis, ikan mujair dan ikan gurame. Kadang kakek memancing, kadang memakai seser untuk menangkap ikan.

Ketika hari terasa panas, Razan main ke dalam blumbang. Air yang bening berubah menjadi coklat berlumpur ketika Razan melompat ke dalam kolam. Byurrr… segar sekali mandi dalam blumbang.

Razan berenang kesana kemari dalam blumbang. Ia mengejar ikan gabus, mencoba menangkap ikan sepat dan mengganggu ikan gurame yang sedang bertelur.

Ketika sedang asyik berenang tiba-tiba Razan melihat seekor binatang berbadan panjang tanpa kaki berenang ke arahnya. Razan ketakutan. “Ulaaar… ulaar…,” teriak Razan sambil berusaha naik ke daratan.

Kakeknya berlari mendekat. “Ada apa Zan?” tanya kakek.

“Ular Kek… ular… ada ular di blumbang…” ujar Razan terbata-bata.

Kakek melihat ke arah yang ditunjukkan Razan kemudia tertawa terpingkal-pingkal.

Razan merasa heran tetapi tidak bisa bertanya karena kakek masih tertawa sampai waktu yang lama.

Setelah kakek berhenti tertawa barulah Razan bertanya, “Kakek kenapa malah ketawa?”

Kakeknya masih memegang-megang perut untuk menahan tawa. Setelah agak tenang barulah kakek menjawab, “Itu namanya belut Zan… itu bukan ular… ha ha haa….”

Razan menarik nafas lega tetapi wajahnya menjadi cemberut karena merasa ditertawakan. Kakek tertawa makin keras melihat cucunya cemberut.

Visi Hidup?

Kehidupan selalu menemukan jalannya

Yang menentukan nilai manusia bukanlah amalnya sehingga jangan suka menilai amal seseorang. Nilai manusia ditentukan oleh akhir hayatnya, di jalan mana dia konsisten.

Akhir hayat akan menunjukkan niat terdalam, motivasi apa yang menggerakkan manusia dalam hidup ini. Apakah untuk Allaah, untuk dunia, untuk wanita atau untuk apa pun.

Karena itu kita harus memperkuat niat dengan amal baik, tidak putus asa ketika suatu saat terputus, tidak berbangga ketika beramal lebih dari biasa.

Karena amal seperti latihan/olahraga. Banyaknya latihan akan memperkuat otot, sedikitnya amal melemahkan niat.

Agar visi hidup selalu membara?

Senantiasa ikhlas, berniat dan beramal baik.

Lembur

Lembur adalah hal yang tidak biasa tetapi sudah menjadi biasa. Karena sudah biasa, akhirnya lembur menjadi bukan lembur lagi.
Yang salah bukan bekerja di luar waktunya, melaikan pembatasan waktu kerjanya. Sudah jelas selalu bekerja lebih dari 8 jam sehari… kenapa membatasi bahwa bekerja di luar 8 jam disebut lembur?

Jadi kalau ditanya lagi apa nih jam segini?

Jawab saja lagi bekerja.

Lembur?

Enggak. Emang jam kerjanya begini.

Mendidik Anak

Mendidik anak bukan hanya tentang memaksa atau memanja, dengan murka atau dengan mesra.

Mendidik anak adalah pembelajaran, ketrampilan, inovasi, sekaligus tawakkal kepada Ilahi.

Punya anak? 

Bersyukurlah.

(Bersyukur bisa dilakukan dengan banyak cara. Menerima seadanya sambil mendidik dengan penuh cinta adalah salah satu cara orang tua bersyukur atas kehadiran anaknya)