Orang-orang di desa itu mempunyai penghasilan kecil, tetapi mereka rajin menabung sehingga semua, tepatnya hampir semua, penduduknya mempunyai tempat tinggal yang layak. Hanya beberapa penduduk yang tidak punya tempat tinggal layak. Mereka tidak ingin hidup berkecukupan sehingga menghabiskan semua yang diperoleh pada suatu hari tanpa menabung untuk memperbaiki esok harinya.
Seperti lebah dan lalat. Penduduk desa itu kebanyakan adalah lebah, sehingga hanya tertarik kepada bunga-bunga dan memproduksi madu. Sementara sebagian kecilna adalah lalat. Yang tidak tertarik pada bunga, yang menertawakan produksi madu, yang sibuk mencari sampah dengan susah payah… bayangkan betapa sulitnya mencari sampah di taman bunga seharum desa itu… dan sibuk mengembangbiakkan kuman penyakit.
Orang-orang yang membangun itu pendiam, tidak banyak pamer prestasi. Mereka merasa bahwa pencapaian mereka dari hari ke hari kecil saja, sehingga ketika akumulasi pencapaian mereka sudah sangat besar pun, mereka tetap menganggap bahwa hasil pada suatu hari hanya sedikit lebih baik dari hari kemarin. Layak disyukuri, tetapi tidak cukup untuk dibanggakan.
Berbeda lagi dengan lalat yang selalu berdengung dan hinggap kesana-kemari. Sambil memamerkan kotoranya. Sambil mengusik siapa saja.
Kemarin aku mendapat perumpamaan lebah dan lalat ini dari video kiriman ami Pudjiantoro, pagi ini tiba-tiba terbangun dengan dihantui penyesalan dan keinginan bertaubat.
Lalat tidak mungkin menjadi lebah.
Tetapi manusia selalu bisa memilih, menjadi (seperti) lalat atau lebah.